skip to main |
skip to sidebar
Mazmur 103:1-5
1. Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!
2. Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
3. Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu,
4. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,
5. Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
Sering kali kita meremehkan berkat TUHAN, terlebih lagi atas hal-hal yang biasa kita terima.
Sebuah legenda menceritakan suatu hari matahari tidak terbit. Jam 6 pagi masih gelap. Jam 7 masih seperti malam. Ketika tengah hari terasa seperti tengah malam. Pada jam 4 sore hari, semua orang datang ke gereja memohon matahari kepada TUHAN. Keesokan harinya semua orang berkumpul dan memandang ke timur. Ketika sinar matahari tampak di timur, semua bersorak dan memuji TUHAN.
Pemazmur tahu, bahwa ia tak dapat mengingat semua perbuatan Allah baginya. Ia sadar kemungkinan ia melupakan itu semua, maka ia membangunkan jiwanya dan mendorongnya untuk tidak melupakan segala kebaikan TUHAN (ay.2). Banyak kebaikan yang TUHAN perbuat padanya (ay.3-5).
Karena kebaikan TUHAN selalu hadir bagaikan matahari, adalah berbahaya bila kita melupakan apa yang ditunjukkan-Nya setiap hari. Mari kita menghitung berkat-berkat TUHAN.
Mazmur 119:2
Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati.
Problema dalam kehidupan seringkali membuat kita letih lesu dan berbeban berat. Namun Yesus mengundang mereka yang letih lesu dan berbeban berat untuk datang kepada-Nya dan memberi mereka kelegaan. Yesus memberikan jaminan kepada umatnya seperti yang tertulis dalam (Lukas 11:9) ”Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Kita semua tentu ingin memperoleh jawaban doa dan pertolongan Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan agar kita berpegang pada perintahNya dan mencari Tuhan dengan segenap hati. Orang yang mencari Tuhan dengan segenap hati, ia selalu memiliki pandangan iman kepada Tuhan. Ia tidak bercabang hati atau mendua hati. Dalam Yakobus 4:8, kita dinasehatkan untuk menyucikan hati agar dapat mendekat kepada Allah. Jika kita tidak setia, ada teguran Firman Tuhan: ” Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.” (Yakobus 4:4)
Ketika bangsa Israel berada dalam perantauan, perjalanan mereka menuju Tanah Kanaan, mereka terpengaruh oleh peradaban bangsa-bangsa sekitar mereka sehingga mereka tidak lagi setia kepada Tuhan. Tuhan kita adalah Tuhan yang cemburu dan tidak menghendaki umatNya mendua hati karena kita digambarkan sebagai istri-Nya yang harus setia dan tidak bercela di hadapan-Nya (Yesaya 54:5). Berilah diri untuk dipimpin oleh Roh Allah sehingga segala yang kita lakukan berkenan di hadapan-Nya.
Marilah kita mencari Tuhan dengan segenap hati maka apa yang kita minta, diberikan-Nya pada kita.
Kejadian 26:5 (baca ay.3-5)
5. karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku."
Istilah karena dalam ayat diatas, menyebabkan kita melihat ada kerenggangan antara penawaran: janji yang bebas dan tak bersyarat kepada Abraham, dengan janji bersyarat berdasarkan ketaatan Abraham pada segala perintah, ketetapan dan hukum Allah. Janji dan berkat, tetap mendahului perintah untuk taat dan melaksanakan segala perintah Allah. Jelas ketaatan di sini bukan merupakan syarat bagi Abraham untuk menerima berkat Allah.
Janji tersebut tidak bertentangan dengan hukum Allah, baik perjanjian berkat kepada Abraham maupun berkat hidup kekal bagi kita. Pemberi janji yang memprakarsai perjanjian dengan para patriakh ini, adalah sosok yang sama, yang memberikan perintah, hukum dan ketetapan. Maka, ketaatan bukan syarat untuk menerima berkat yang dijanjikan dari Allah melainkan merupakan bukti peran-serta sesungguhnya dalam perjanjian yang sama tersebut. Karena Allah setia, para patriakh dimungkinkan menerima berkat-berkat yang dijanjipun sekalipun mereka sendiri tidak berperan serta secaralangsung dalam mengadakan perjanjian dengan Allah.
Itu sebabnya, unsur-unsur persyaratan yang diragukan dalam perjanjian Abraham (dan Daud) tak pernah mengurangi elemen-elemen pokok perjanjian itu, juga tak menambah syarat-syaratnya. Hal tentang kewajiban, ketaatan, yang terkait erat dengan perjanjian itu adalah hasil kelanjutan dan bukan prasayarat untuk menjadi peserta dalam menerima berkat Allah.
Kolose 3:1
Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Dalam Lukas 13:10-13 diceritakan ada seorang ibu yang mengikuti ibadah di rumah ibadah. Tetapi sudah 18 tahun ia dirasuk iblis sehingga menderita sakit sampai bungkuk punggungnya. Wanita itu adalah keturunan Abraham, namun ia tidak mengalami berkat Abraham. Ketika Yesus melihat wanita itu, Ia menyembuhkan penyakitnya, sehingga ia tidak bungkuk lagi. Perempuan itu dapat mengarahkan pandangannya ke atas dan ia dapat memuliakan Allah.
Pikirkanlah perkara-perkara yang di atas, jangan pikirkan perkara-perkara di bumi. Walaupun kita masih hidup di bumi dan bergaul dengan orang lain, namun status kita telah berubah ketika kita dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus. Orang lain dapat saja menggunakan berbagai cara yang bertentangan dengan Firman Allah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun sebagai anak-anak Allah, kita harus hidup menurut ajaran-ajaran Kerajaan Allah. Sikap kita dapat berubah jika pikiran kita diperbaharui. Dalam doa Bapa kami, Yesus mengajarkan “Karena itu berdoalah demikian: ‘Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” (Matius 6:9-10). Kita harus mengundang Kerajaan Allah dalam kehidupan kita, sehingga Kerajaan Allah itu ada dan dipraktekkan dalam kehidupan kita. Jangan seperti orang-orang duniawi yang tidak mengerti Firman Tuhan. Cara pikir kita harus ditujukan pada perkara yang di atas yaitu perkara Surgawi. Jalani hidup ini dengan meneladani cara hidup Kerajaan Allah.
Jangan hanya memikirkan perkara duniawi, tetapi pikirkanlah perkara surgawi sehingga kita dapat dipulihkan.
Mazmur 150:3-6
3. Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi!
4. Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling!
5. Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!
6. Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!
Banyak kejadian dalam suatu ibadah dimana orang-orang menjadi tidak dapat memuji TUHAN jika tidak memakai alat-alat, jika alat-alat tidak tersedia (intinya mereka kecewa dan tidak datang kepada TUHAN dengan hati yang benar-benar ingin memuji Dia). Pemain gitar menjadi tidak memuji TUHAN ketika tidak ada gitar tersedia. Pemain drum menjadi tidak memuji TUHAN ketika drum tidak tersedia, atau bahkan jemaat tidak memuji TUHAN karena tidak ada musik yang dimainkan dalam ibadah. Ketahuilah, hal memuji TUHAN tidak terbatas pada sekadar 'tampil' saja di depan panggung, lalu memainkan musik dengan alat yang kita kuasai. TUHAN melihat hati. Pertanyaanya, apakah hatimu benar-benar ditujukan untuk memuji Allah ketika engkau melantunkan musik? Ataukah sebenarnya hanya sebatas penghargaan terhadap diri sendiri? Bukannya memuliakan TUHAN dengan musik ataukah tarian ataukah puji-pujian kita, namun memainkan lantunan musik itu untuk mendapat pujian, sambutan dan lain-lain?
Hal ini menjadi berbahaya ketika terjadi sedemikian rupa, sebab TUHAN tidak sudi kemuliaan-Nya direbut. Ingatlah akan firman yang tertulis "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan". Sungguh, ketika seorang memuji-muji TUHAN, apalagi 'tampil' di depan, ia harus benar-benar menjaga hatinya.
Dengan alat musik apapun itu (termasuk suara kita yang dianugerahkan TUHAN, tangan kita yang bisa bertepuk tangan, dll), kita dapat memuji TUHAN. Karena bukan media itu yang amat teramat penting, namun hati kita yang sungguh-sungguh ingin memuji Dia dan benar-benar membutuhkan untuk memuji TUHAN.
1 Korintus 4:2
2. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
Di dunia yang dihuni enam miliar manusia ini, sidik jari masing-masing orang berbeda-beda. Setiap ujung jari memiliki pola goresan tertera di kulit yang sedikit berbeda dengan pola jari orang lain, bahkan dari kembar identik sekalipun. Oleh sebab itu, setiap orang memiliki 'jejak'nua sendiri.
Ada makna lain dari jejak yang kita tinggalkan. Masing-masing kita meninggalkan bekas 'sidik jari rohani' di dalam kehidupan orang lain. Kita tidak hidup selamanya di dunia ini, tetapi setelah kita mati, jejak rohani ini tetap ada.
John Geddie, misionaris asal Kanada memberi contoh jelas tentang jejak yang kita tinggalkan bagi orang lain. Setelah tiba di pulau Aneityum, ia bertemu dengan suku kanibal yang ganas, yang menganggap daging manusia sebagai makanan terlezat. Kekerasan, pencurian, dan peperangan adalah hal yang lumrah. Di catatan harian yang ditulisnya pada 9 Feb 1849, ia menulis, "Dalam kegelapan dan kesengsaraan yang melingkupiku, aku menantikan dengan iman, saat-saat ketika penduduk malang ini bersatu menyanyikan lagu kemenangan atas ditebusnya jiwa mereka."
Ia berkesempatan menyaksikan hal itu terjadi. Geddie wafat tepat sebelum natal 1872, dan di batu nisannya yang kemudia dipasang di gereja di pulau itu tertulis: "Untuk mengenang John Geddie...ketika ia mendarat pada 1848, di sini sama sekali tidak ada orang Kristen, dan saat ia wafat 1872, tidak ada penyembah berhala di sini."
Bisa jadi Anda dan saya tidak bertanggung jawab untuk mengajak semua orang bertobat, tetapi kita akan meninggalkan jejak kita di dalam hidup orang-orang tertentu. Dunia ini akan lebih baik apabila kita menjalani hidup yang penuh iman.
Lukas 14:23
23. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.
Sejarawan E.H. McKinley menulis bahwa William Booth mendirikan Bala Keselamatan bagi "tukang pukul istri, orang yang curang dan suka menggertak, pelacur, anak laki-laki yang suka mencuri uang belanja keluargaya, dan suami yang tidak setia. Booth, istrinya dan kedelapan anak mereka membawa Injil ke tempat-tempat yang tidak bersih apalagi nyaman. Di tengah semua rintangan itu, William dan Catherin Booth tetap teguh melangkah, mereka menolak untuk berputus asa. Perkataan William yang paling terkenal adalah "Carilah jiwa-jiwa dan carilah yang paling buruk!"
Dalam rangka menanggapi tekadnya itu, William Booth, istrinya dan anak-anak mereka membiarkan sepatu mereka tercemari debu dunia ini. Mereka menanggapnya sebagai kehormatan sekaligus kewajiban untuk melakukannya. Setiap hari mereka meninggalkan rasa aman di rumah mereka dan bertualang ke berbagai jalanan di berbagai kota besar di dunia untuk memperkenalkan Kristus yang sanggup memenuhi kebutuhan banyak orang.
Pada masa Yesus, orang-orang memakai kasut, sehingga kaki mereka berdebu. Pada masa itu, Anda tidak dapat keluar rumah dan berjalan lebih dari beberapa langkah di atas jalanan yang kotor, melewati ladang, atau bukit bahkan di atas jalanan beraspal di Yerusalem tanpa melihat kaki Anda berdebu. Itulah sebabnya sudah menjadi kebiasaan yang umum dalam bersopan santun bagi tuan rumah untuk menyediakan seorang pelayan untuk mencuci kaki para tamu yang singgah ke rumahnya (Lukas 7:36-50; Yohanes 13:3-14).
Mengingat kita sekarang tidak memakai sandal dan berjalan di jalanan berdebu, tradisi itu tidak lagi diterapkan, meskipun demikian makna kiasannya masih berlaku sampai sekarang. Jika kita ingin memenuhi Amanat Agung Yesus Kristus, kita harus keluar dari rumah kita membiarkan alas kaki saya berdebu untuk kerajaan-Nya.
Efesus 6:18(baca ay 18-20)
18. dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,
Lutut yang usang bicara tentang doa, doa sebagai pilar penopang Kristiani, dapat kita sebut sebagai nafas orang Kristen. Nah saya merasa, bahwa sebagai umat Kristiani, kita seharusnya punya masalah dengan -celana panjang dengan lutut yang usang - karena kita harus melakukan sebagian besar pekerjaan kita dengan lutut-lutut kita. Sebagaimana yang ditulis oleh William Cowper, pengarang himne dari Inggris, "Setan gemetar tatkala melihat orang suci yang paling lemah sedang berlutut."
Tentu saja kita tidak perlu berlutut untuk berdoa. Alkitab menggambarkan banyak sikap doa. Yesus misalnya, berdiri dan berdoa dengan mata-Nya tertuju ke sorga. Di Getsemani, Dia jatuh tersungkur. Dalam 1 Tawarikh 17:6, Daud duduk di hadapan TUHAN di dalam doa. Terkadang para pahlawan Alkitab berdoa sambil berbaring di tempat tidur mereka, atau seperti yang dilakukan para mudrid bersama Yesus, sambil berjalan di dalam perjalanan.
Tidak ada sikap khusus yg diperlukan agar dapat berdoa dengan efektif, tetapo sikap tubuh menyampaikan ungkapan doa yang berbeda-beda. Berdiri menunjukkan keberanian tertentu. Berjalan mengandung arti persekutuan. Duduk di hadapan TUHAN seperti pendekatan ala bisnis yg praktis. Berlutut menunjukkan kepatuhan, kesungguhan dan kepasrahan.
Kemenangan dalam hidup kita diperoleh melalui lutut-lutut kita. Ketika kita sujud menyembah Allah Yang Mahakuasa, kita mengakui-Nya sebagai "Pencipta, Pembela, Penebus dan Pemelihara" kita. Ketika kita menyerahkan diri kita, rencana kita, serta semua masalah kita kepada-Nua, Dia akan turun tangan bagi kemuliaan nama-Nya dan demi kebaikan kita.
Apakah lutut Anda menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Biarlah setiap kita mengatakan, "Saya melakukan sebagian besar pekerjaan saya di atas lutut-lutut saya."
Matius 25:34-40
40. Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
Ketika Dr. Bob Pierce 'seorang Kristen yang legendaris karena kebaikan hatinya kepada sesama- menghadapi ajal karena leukemia, ia tetap bersikeras berkeliling dunia, berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan jutaan orang yang sakit, miskin dan lapar. Akibat penyakitnya itu, ia tidak bisa tidur, dan dokternya memberi resep obat tidur kepadanya. Obat-obat itu menjadi penyelamat bagi Dr. Pierce ketika ia bekerja dengan susah payah.
Tak lama sebelum kematiannya, Dr. Bob mengunjungi sebuah klinik kecil di tepi sungai di hutan Borneo (di Kalimantan, Indonesia). Klinik kecil ini dikelola oleh seorang Kristen lain yang dijuluki "Borneo Bob" Williams. Pada masa kunjungannya itu, Dr. Pierce memperhatikan seorang gadis yang sedang terbaring di sebuah tikar bambu. Ia bertanya pada gadis itu dan diberitahu bahwa gadis itu sedang menghadapi ajal akibat kanker dan hidupnya tinggal beberapa hari saja.
"Mengapa gadis itu berbaring di lumpur sana, padahal ia bisa saja berada di dalam klinik yang enak dan bersih ini?" tanya Pierce.
Borneo Bom menjelaskan bahwa gadis itu tinggal di hutan dan ingin berbaring di dekar sungai karena lebih sejuk. Ia membuat permintaan khusus untuk diijinkan berbaring di tempat itu sepanjang hari. Hati Pierce tersentuh ketika ia berlutut di sebelah gadis itu, mengusap dahinya dan berdoa baginya. Gadis itu membuka matanya dan menggumankan sesuatu dalam bahasa ibunya. Borneo Bob menerjemahkan kata-katanya. Gadis itu merasa sangat kesakitan, tapi ia tidak bisa tidur.
Dr. Pierce menyeka air matanya dan memasukkan tangan ke dalam sakunya untuk mengambil botol obat tidurnya yang sangat berharga baginya. Pierce memberikannya kepada Borneo Bob dengan berkata, "Anda harus memastikan bahwa mulai sekarang ia bisa tidur malam dengan nyenyak."
Baru beberapa hari sesudahnya Pierce mendapatkan obat tidur yang baru, dan sebelumnya ia menderita setiap malam karena insomnia yang menyakitkan. Tetapi, ketika ia kembali ke rumahnya ia menemukan sebuah surat dari Borneo Bob yang mengabarkan bahwa gadis itu sudah meninggal dan salah satu pesan terakhir yang dikatakannya adalah "Tolong sampaikan terima kasih saya kepada orang yang baik hati itu, yang memberi saya obat ini, sehingga saya bisa tidur."
Mungkin kita tidak bisa bepergian mengelilingi dunia dan membantu jutaan orang. Munkin kita tidak dapat mendirikan sekolah, panti asuhan atau lembaga amal yang besar seorang diri. Namun, kita bisa menyingsingkan lengan baju kita, bertindak, menawarkan pertolongan dan menjadi tangan-tangan Yesus, sehingga orang lain bisa mengenal hati Yesus. Itulah kehidupan sejati - dan merupakan bagioan dari tugas kita. Kita harus selalu ingat bahwa ketika kita melakukan sesuatu untuk saudara-saudara Yesus Kristus yang berkekurangan, kita melakukannya bagi-Nya.
Gbu
Matius 17:4 (baca ay.1-13)
4. Kata Petrus kepada Yesus: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."
Peristiwa yang dicatat oleh Matius disebut dengan transfigurasi (perubahan rupa kemuliaan). Hal ini menjadi gambaran dari puncak kemuliaan yang akan Yesus terima melalui jalan salib yang harus Ia lalui dan bagi mereka yang mau mengikuti-Nya. Pada waktu itu, keadaan yang begitu menakjubkan membuat Petrus secara spontan menawarkan untuk mendirikan kemah supaya ia dan kedua rekannya bisa menikmati bersama dan tidak perlu turun kembali dari gunung. Ia ingin menikmati saat-saat bersama dengan kedua tokoh besar Perjanjian Lama.
Kehadiran Allah dan suara-Nya menyadarkan mereka bahwa iman dan pengharapan mereka harus senantiasa ditujukan kepada Yesus yang lebih besar dari Musa dan Elia. Kemuliaan yang nampak pada wajah Yesus menjadi pengingat bagi kita pada hari ini bahwa Allah tidak pernah mengabaikan kita dalam segala kesulitan, seperti halnya kepada bangsa Israel pada jaman nabi Musa.
Tetapi tidak cukup juga bagi kita hanya melihat kemuliaan Allah dalam Kristus. Kita perlu mengerti bahwa kemuliaan hanya bisa dicapai dengan suatu pengorbanan dan kerelaan untuk merendahkan diri. Waktu kita mendekatkan diri pada-Nya dalam saat teduh dan waktu perenungan kita, terdapat damai sejahtera-Nya yang membuat kita berani menjalani panggilan kita untuk bekerja dan melayani sesama menjadi berkat.
Rabu, 16 Januari 2013
Hari Ketika Matahari Tak Bersinar
Mazmur 103:1-5
1. Dari Daud. Pujilah TUHAN, hai jiwaku! Pujilah nama-Nya yang kudus, hai segenap batinku!
2. Pujilah TUHAN, hai jiwaku, dan janganlah lupakan segala kebaikan-Nya!
3. Dia yang mengampuni segala kesalahanmu, yang menyembuhkan segala penyakitmu,
4. Dia yang menebus hidupmu dari lobang kubur, yang memahkotai engkau dengan kasih setia dan rahmat,
5. Dia yang memuaskan hasratmu dengan kebaikan, sehingga masa mudamu menjadi baru seperti pada burung rajawali.
Sering kali kita meremehkan berkat TUHAN, terlebih lagi atas hal-hal yang biasa kita terima.
Sebuah legenda menceritakan suatu hari matahari tidak terbit. Jam 6 pagi masih gelap. Jam 7 masih seperti malam. Ketika tengah hari terasa seperti tengah malam. Pada jam 4 sore hari, semua orang datang ke gereja memohon matahari kepada TUHAN. Keesokan harinya semua orang berkumpul dan memandang ke timur. Ketika sinar matahari tampak di timur, semua bersorak dan memuji TUHAN.
Pemazmur tahu, bahwa ia tak dapat mengingat semua perbuatan Allah baginya. Ia sadar kemungkinan ia melupakan itu semua, maka ia membangunkan jiwanya dan mendorongnya untuk tidak melupakan segala kebaikan TUHAN (ay.2). Banyak kebaikan yang TUHAN perbuat padanya (ay.3-5).
Karena kebaikan TUHAN selalu hadir bagaikan matahari, adalah berbahaya bila kita melupakan apa yang ditunjukkan-Nya setiap hari. Mari kita menghitung berkat-berkat TUHAN.
DENGAN SEGENAP HATI
Mazmur 119:2
Berbahagialah orang-orang yang memegang peringatan-peringatan-Nya, yang mencari Dia dengan segenap hati.
Problema dalam kehidupan seringkali membuat kita letih lesu dan berbeban berat. Namun Yesus mengundang mereka yang letih lesu dan berbeban berat untuk datang kepada-Nya dan memberi mereka kelegaan. Yesus memberikan jaminan kepada umatnya seperti yang tertulis dalam (Lukas 11:9) ”Oleh karena itu Aku berkata kepadamu: Mintalah, maka akan diberikan kepadamu; carilah, maka kamu akan mendapat; ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.”
Kita semua tentu ingin memperoleh jawaban doa dan pertolongan Tuhan. Firman Tuhan mengajarkan agar kita berpegang pada perintahNya dan mencari Tuhan dengan segenap hati. Orang yang mencari Tuhan dengan segenap hati, ia selalu memiliki pandangan iman kepada Tuhan. Ia tidak bercabang hati atau mendua hati. Dalam Yakobus 4:8, kita dinasehatkan untuk menyucikan hati agar dapat mendekat kepada Allah. Jika kita tidak setia, ada teguran Firman Tuhan: ” Hai kamu, orang-orang yang tidak setia! Tidakkah kamu tahu, bahwa persahabatan dengan dunia adalah permusuhan dengan Allah? Jadi barangsiapa hendak menjadi sahabat dunia ini, ia menjadikan dirinya musuh Allah.” (Yakobus 4:4)
Ketika bangsa Israel berada dalam perantauan, perjalanan mereka menuju Tanah Kanaan, mereka terpengaruh oleh peradaban bangsa-bangsa sekitar mereka sehingga mereka tidak lagi setia kepada Tuhan. Tuhan kita adalah Tuhan yang cemburu dan tidak menghendaki umatNya mendua hati karena kita digambarkan sebagai istri-Nya yang harus setia dan tidak bercela di hadapan-Nya (Yesaya 54:5). Berilah diri untuk dipimpin oleh Roh Allah sehingga segala yang kita lakukan berkenan di hadapan-Nya.
Marilah kita mencari Tuhan dengan segenap hati maka apa yang kita minta, diberikan-Nya pada kita.
Diberkati Karena Abraham Telah Mendengarkan Firman Allah
Kejadian 26:5 (baca ay.3-5)
5. karena Abraham telah mendengarkan firman-Ku dan memelihara kewajibannya kepada-Ku, yaitu segala perintah, ketetapan dan hukum-Ku."
Istilah karena dalam ayat diatas, menyebabkan kita melihat ada kerenggangan antara penawaran: janji yang bebas dan tak bersyarat kepada Abraham, dengan janji bersyarat berdasarkan ketaatan Abraham pada segala perintah, ketetapan dan hukum Allah. Janji dan berkat, tetap mendahului perintah untuk taat dan melaksanakan segala perintah Allah. Jelas ketaatan di sini bukan merupakan syarat bagi Abraham untuk menerima berkat Allah.
Janji tersebut tidak bertentangan dengan hukum Allah, baik perjanjian berkat kepada Abraham maupun berkat hidup kekal bagi kita. Pemberi janji yang memprakarsai perjanjian dengan para patriakh ini, adalah sosok yang sama, yang memberikan perintah, hukum dan ketetapan. Maka, ketaatan bukan syarat untuk menerima berkat yang dijanjikan dari Allah melainkan merupakan bukti peran-serta sesungguhnya dalam perjanjian yang sama tersebut. Karena Allah setia, para patriakh dimungkinkan menerima berkat-berkat yang dijanjipun sekalipun mereka sendiri tidak berperan serta secaralangsung dalam mengadakan perjanjian dengan Allah.
Itu sebabnya, unsur-unsur persyaratan yang diragukan dalam perjanjian Abraham (dan Daud) tak pernah mengurangi elemen-elemen pokok perjanjian itu, juga tak menambah syarat-syaratnya. Hal tentang kewajiban, ketaatan, yang terkait erat dengan perjanjian itu adalah hasil kelanjutan dan bukan prasayarat untuk menjadi peserta dalam menerima berkat Allah.
KITA PERLU DIPULIHKAN
Kolose 3:1
Karena itu, kalau kamu dibangkitkan bersama dengan Kristus, carilah perkara yang di atas, di mana Kristus ada, duduk di sebelah kanan Allah.
Dalam Lukas 13:10-13 diceritakan ada seorang ibu yang mengikuti ibadah di rumah ibadah. Tetapi sudah 18 tahun ia dirasuk iblis sehingga menderita sakit sampai bungkuk punggungnya. Wanita itu adalah keturunan Abraham, namun ia tidak mengalami berkat Abraham. Ketika Yesus melihat wanita itu, Ia menyembuhkan penyakitnya, sehingga ia tidak bungkuk lagi. Perempuan itu dapat mengarahkan pandangannya ke atas dan ia dapat memuliakan Allah.
Pikirkanlah perkara-perkara yang di atas, jangan pikirkan perkara-perkara di bumi. Walaupun kita masih hidup di bumi dan bergaul dengan orang lain, namun status kita telah berubah ketika kita dibangkitkan bersama-sama dengan Kristus. Orang lain dapat saja menggunakan berbagai cara yang bertentangan dengan Firman Allah untuk memenuhi kebutuhan mereka. Namun sebagai anak-anak Allah, kita harus hidup menurut ajaran-ajaran Kerajaan Allah. Sikap kita dapat berubah jika pikiran kita diperbaharui. Dalam doa Bapa kami, Yesus mengajarkan “Karena itu berdoalah demikian: ‘Bapa kami yang di sorga, Dikuduskanlah nama-Mu, datanglah Kerajaan-Mu, jadilah kehendak-Mu di bumi seperti di sorga.” (Matius 6:9-10). Kita harus mengundang Kerajaan Allah dalam kehidupan kita, sehingga Kerajaan Allah itu ada dan dipraktekkan dalam kehidupan kita. Jangan seperti orang-orang duniawi yang tidak mengerti Firman Tuhan. Cara pikir kita harus ditujukan pada perkara yang di atas yaitu perkara Surgawi. Jalani hidup ini dengan meneladani cara hidup Kerajaan Allah.
Jangan hanya memikirkan perkara duniawi, tetapi pikirkanlah perkara surgawi sehingga kita dapat dipulihkan.
Bukan Sebatas Memainkan Musik Saja
Mazmur 150:3-6
3. Pujilah Dia dengan tiupan sangkakala, pujilah Dia dengan gambus dan kecapi!
4. Pujilah Dia dengan rebana dan tari-tarian, pujilah Dia dengan permainan kecapi dan seruling!
5. Pujilah Dia dengan ceracap yang berdenting, pujilah Dia dengan ceracap yang berdentang!
6. Biarlah segala yang bernafas memuji TUHAN! Haleluya!
Banyak kejadian dalam suatu ibadah dimana orang-orang menjadi tidak dapat memuji TUHAN jika tidak memakai alat-alat, jika alat-alat tidak tersedia (intinya mereka kecewa dan tidak datang kepada TUHAN dengan hati yang benar-benar ingin memuji Dia). Pemain gitar menjadi tidak memuji TUHAN ketika tidak ada gitar tersedia. Pemain drum menjadi tidak memuji TUHAN ketika drum tidak tersedia, atau bahkan jemaat tidak memuji TUHAN karena tidak ada musik yang dimainkan dalam ibadah. Ketahuilah, hal memuji TUHAN tidak terbatas pada sekadar 'tampil' saja di depan panggung, lalu memainkan musik dengan alat yang kita kuasai. TUHAN melihat hati. Pertanyaanya, apakah hatimu benar-benar ditujukan untuk memuji Allah ketika engkau melantunkan musik? Ataukah sebenarnya hanya sebatas penghargaan terhadap diri sendiri? Bukannya memuliakan TUHAN dengan musik ataukah tarian ataukah puji-pujian kita, namun memainkan lantunan musik itu untuk mendapat pujian, sambutan dan lain-lain?
Hal ini menjadi berbahaya ketika terjadi sedemikian rupa, sebab TUHAN tidak sudi kemuliaan-Nya direbut. Ingatlah akan firman yang tertulis "Barangsiapa meninggikan diri, ia akan direndahkan". Sungguh, ketika seorang memuji-muji TUHAN, apalagi 'tampil' di depan, ia harus benar-benar menjaga hatinya.
Dengan alat musik apapun itu (termasuk suara kita yang dianugerahkan TUHAN, tangan kita yang bisa bertepuk tangan, dll), kita dapat memuji TUHAN. Karena bukan media itu yang amat teramat penting, namun hati kita yang sungguh-sungguh ingin memuji Dia dan benar-benar membutuhkan untuk memuji TUHAN.
Jejak Yang Anda Tinggalkan
1 Korintus 4:2
2. Yang akhirnya dituntut dari pelayan-pelayan yang demikian ialah, bahwa mereka ternyata dapat dipercayai.
Di dunia yang dihuni enam miliar manusia ini, sidik jari masing-masing orang berbeda-beda. Setiap ujung jari memiliki pola goresan tertera di kulit yang sedikit berbeda dengan pola jari orang lain, bahkan dari kembar identik sekalipun. Oleh sebab itu, setiap orang memiliki 'jejak'nua sendiri.
Ada makna lain dari jejak yang kita tinggalkan. Masing-masing kita meninggalkan bekas 'sidik jari rohani' di dalam kehidupan orang lain. Kita tidak hidup selamanya di dunia ini, tetapi setelah kita mati, jejak rohani ini tetap ada.
John Geddie, misionaris asal Kanada memberi contoh jelas tentang jejak yang kita tinggalkan bagi orang lain. Setelah tiba di pulau Aneityum, ia bertemu dengan suku kanibal yang ganas, yang menganggap daging manusia sebagai makanan terlezat. Kekerasan, pencurian, dan peperangan adalah hal yang lumrah. Di catatan harian yang ditulisnya pada 9 Feb 1849, ia menulis, "Dalam kegelapan dan kesengsaraan yang melingkupiku, aku menantikan dengan iman, saat-saat ketika penduduk malang ini bersatu menyanyikan lagu kemenangan atas ditebusnya jiwa mereka."
Ia berkesempatan menyaksikan hal itu terjadi. Geddie wafat tepat sebelum natal 1872, dan di batu nisannya yang kemudia dipasang di gereja di pulau itu tertulis: "Untuk mengenang John Geddie...ketika ia mendarat pada 1848, di sini sama sekali tidak ada orang Kristen, dan saat ia wafat 1872, tidak ada penyembah berhala di sini."
Bisa jadi Anda dan saya tidak bertanggung jawab untuk mengajak semua orang bertobat, tetapi kita akan meninggalkan jejak kita di dalam hidup orang-orang tertentu. Dunia ini akan lebih baik apabila kita menjalani hidup yang penuh iman.
Kasut Yang Berdebu
Lukas 14:23
23. Lalu kata tuan itu kepada hambanya: Pergilah ke semua jalan dan lintasan dan paksalah orang-orang, yang ada di situ, masuk, karena rumahku harus penuh.
Sejarawan E.H. McKinley menulis bahwa William Booth mendirikan Bala Keselamatan bagi "tukang pukul istri, orang yang curang dan suka menggertak, pelacur, anak laki-laki yang suka mencuri uang belanja keluargaya, dan suami yang tidak setia. Booth, istrinya dan kedelapan anak mereka membawa Injil ke tempat-tempat yang tidak bersih apalagi nyaman. Di tengah semua rintangan itu, William dan Catherin Booth tetap teguh melangkah, mereka menolak untuk berputus asa. Perkataan William yang paling terkenal adalah "Carilah jiwa-jiwa dan carilah yang paling buruk!"
Dalam rangka menanggapi tekadnya itu, William Booth, istrinya dan anak-anak mereka membiarkan sepatu mereka tercemari debu dunia ini. Mereka menanggapnya sebagai kehormatan sekaligus kewajiban untuk melakukannya. Setiap hari mereka meninggalkan rasa aman di rumah mereka dan bertualang ke berbagai jalanan di berbagai kota besar di dunia untuk memperkenalkan Kristus yang sanggup memenuhi kebutuhan banyak orang.
Pada masa Yesus, orang-orang memakai kasut, sehingga kaki mereka berdebu. Pada masa itu, Anda tidak dapat keluar rumah dan berjalan lebih dari beberapa langkah di atas jalanan yang kotor, melewati ladang, atau bukit bahkan di atas jalanan beraspal di Yerusalem tanpa melihat kaki Anda berdebu. Itulah sebabnya sudah menjadi kebiasaan yang umum dalam bersopan santun bagi tuan rumah untuk menyediakan seorang pelayan untuk mencuci kaki para tamu yang singgah ke rumahnya (Lukas 7:36-50; Yohanes 13:3-14).
Mengingat kita sekarang tidak memakai sandal dan berjalan di jalanan berdebu, tradisi itu tidak lagi diterapkan, meskipun demikian makna kiasannya masih berlaku sampai sekarang. Jika kita ingin memenuhi Amanat Agung Yesus Kristus, kita harus keluar dari rumah kita membiarkan alas kaki saya berdebu untuk kerajaan-Nya.
Lutut Yang Usang
Efesus 6:18(baca ay 18-20)
18. dalam segala doa dan permohonan. Berdoalah setiap waktu di dalam Roh dan berjaga-jagalah di dalam doamu itu dengan permohonan yang tak putus-putusnya untuk segala orang Kudus,
Lutut yang usang bicara tentang doa, doa sebagai pilar penopang Kristiani, dapat kita sebut sebagai nafas orang Kristen. Nah saya merasa, bahwa sebagai umat Kristiani, kita seharusnya punya masalah dengan -celana panjang dengan lutut yang usang - karena kita harus melakukan sebagian besar pekerjaan kita dengan lutut-lutut kita. Sebagaimana yang ditulis oleh William Cowper, pengarang himne dari Inggris, "Setan gemetar tatkala melihat orang suci yang paling lemah sedang berlutut."
Tentu saja kita tidak perlu berlutut untuk berdoa. Alkitab menggambarkan banyak sikap doa. Yesus misalnya, berdiri dan berdoa dengan mata-Nya tertuju ke sorga. Di Getsemani, Dia jatuh tersungkur. Dalam 1 Tawarikh 17:6, Daud duduk di hadapan TUHAN di dalam doa. Terkadang para pahlawan Alkitab berdoa sambil berbaring di tempat tidur mereka, atau seperti yang dilakukan para mudrid bersama Yesus, sambil berjalan di dalam perjalanan.
Tidak ada sikap khusus yg diperlukan agar dapat berdoa dengan efektif, tetapo sikap tubuh menyampaikan ungkapan doa yang berbeda-beda. Berdiri menunjukkan keberanian tertentu. Berjalan mengandung arti persekutuan. Duduk di hadapan TUHAN seperti pendekatan ala bisnis yg praktis. Berlutut menunjukkan kepatuhan, kesungguhan dan kepasrahan.
Kemenangan dalam hidup kita diperoleh melalui lutut-lutut kita. Ketika kita sujud menyembah Allah Yang Mahakuasa, kita mengakui-Nya sebagai "Pencipta, Pembela, Penebus dan Pemelihara" kita. Ketika kita menyerahkan diri kita, rencana kita, serta semua masalah kita kepada-Nua, Dia akan turun tangan bagi kemuliaan nama-Nya dan demi kebaikan kita.
Apakah lutut Anda menunjukkan tanda-tanda kehidupan. Biarlah setiap kita mengatakan, "Saya melakukan sebagian besar pekerjaan saya di atas lutut-lutut saya."
Lengan Baju Yang Tersingsing
Matius 25:34-40
40. Dan Raja itu akan menjawab mereka: Aku berkata kepadamu, sesungguhnya segala sesuatu yang kamu lakukan untuk salah seorang dari saudara-Ku yang paling hina ini, kamu telah melakukannya untuk Aku.
Ketika Dr. Bob Pierce 'seorang Kristen yang legendaris karena kebaikan hatinya kepada sesama- menghadapi ajal karena leukemia, ia tetap bersikeras berkeliling dunia, berupaya untuk membantu memenuhi kebutuhan jutaan orang yang sakit, miskin dan lapar. Akibat penyakitnya itu, ia tidak bisa tidur, dan dokternya memberi resep obat tidur kepadanya. Obat-obat itu menjadi penyelamat bagi Dr. Pierce ketika ia bekerja dengan susah payah.
Tak lama sebelum kematiannya, Dr. Bob mengunjungi sebuah klinik kecil di tepi sungai di hutan Borneo (di Kalimantan, Indonesia). Klinik kecil ini dikelola oleh seorang Kristen lain yang dijuluki "Borneo Bob" Williams. Pada masa kunjungannya itu, Dr. Pierce memperhatikan seorang gadis yang sedang terbaring di sebuah tikar bambu. Ia bertanya pada gadis itu dan diberitahu bahwa gadis itu sedang menghadapi ajal akibat kanker dan hidupnya tinggal beberapa hari saja.
"Mengapa gadis itu berbaring di lumpur sana, padahal ia bisa saja berada di dalam klinik yang enak dan bersih ini?" tanya Pierce.
Borneo Bom menjelaskan bahwa gadis itu tinggal di hutan dan ingin berbaring di dekar sungai karena lebih sejuk. Ia membuat permintaan khusus untuk diijinkan berbaring di tempat itu sepanjang hari. Hati Pierce tersentuh ketika ia berlutut di sebelah gadis itu, mengusap dahinya dan berdoa baginya. Gadis itu membuka matanya dan menggumankan sesuatu dalam bahasa ibunya. Borneo Bob menerjemahkan kata-katanya. Gadis itu merasa sangat kesakitan, tapi ia tidak bisa tidur.
Dr. Pierce menyeka air matanya dan memasukkan tangan ke dalam sakunya untuk mengambil botol obat tidurnya yang sangat berharga baginya. Pierce memberikannya kepada Borneo Bob dengan berkata, "Anda harus memastikan bahwa mulai sekarang ia bisa tidur malam dengan nyenyak."
Baru beberapa hari sesudahnya Pierce mendapatkan obat tidur yang baru, dan sebelumnya ia menderita setiap malam karena insomnia yang menyakitkan. Tetapi, ketika ia kembali ke rumahnya ia menemukan sebuah surat dari Borneo Bob yang mengabarkan bahwa gadis itu sudah meninggal dan salah satu pesan terakhir yang dikatakannya adalah "Tolong sampaikan terima kasih saya kepada orang yang baik hati itu, yang memberi saya obat ini, sehingga saya bisa tidur."
Mungkin kita tidak bisa bepergian mengelilingi dunia dan membantu jutaan orang. Munkin kita tidak dapat mendirikan sekolah, panti asuhan atau lembaga amal yang besar seorang diri. Namun, kita bisa menyingsingkan lengan baju kita, bertindak, menawarkan pertolongan dan menjadi tangan-tangan Yesus, sehingga orang lain bisa mengenal hati Yesus. Itulah kehidupan sejati - dan merupakan bagioan dari tugas kita. Kita harus selalu ingat bahwa ketika kita melakukan sesuatu untuk saudara-saudara Yesus Kristus yang berkekurangan, kita melakukannya bagi-Nya.
Gbu
Jalan Salib Mendahului Kemuliaan
Matius 17:4 (baca ay.1-13)
4. Kata Petrus kepada Yesus: "Tuhan, betapa bahagianya kami berada di tempat ini. Jika Engkau mau, biarlah kudirikan di sini tiga kemah, satu untuk Engkau, satu untuk Musa dan satu untuk Elia."
Peristiwa yang dicatat oleh Matius disebut dengan transfigurasi (perubahan rupa kemuliaan). Hal ini menjadi gambaran dari puncak kemuliaan yang akan Yesus terima melalui jalan salib yang harus Ia lalui dan bagi mereka yang mau mengikuti-Nya. Pada waktu itu, keadaan yang begitu menakjubkan membuat Petrus secara spontan menawarkan untuk mendirikan kemah supaya ia dan kedua rekannya bisa menikmati bersama dan tidak perlu turun kembali dari gunung. Ia ingin menikmati saat-saat bersama dengan kedua tokoh besar Perjanjian Lama.
Kehadiran Allah dan suara-Nya menyadarkan mereka bahwa iman dan pengharapan mereka harus senantiasa ditujukan kepada Yesus yang lebih besar dari Musa dan Elia. Kemuliaan yang nampak pada wajah Yesus menjadi pengingat bagi kita pada hari ini bahwa Allah tidak pernah mengabaikan kita dalam segala kesulitan, seperti halnya kepada bangsa Israel pada jaman nabi Musa.
Tetapi tidak cukup juga bagi kita hanya melihat kemuliaan Allah dalam Kristus. Kita perlu mengerti bahwa kemuliaan hanya bisa dicapai dengan suatu pengorbanan dan kerelaan untuk merendahkan diri. Waktu kita mendekatkan diri pada-Nya dalam saat teduh dan waktu perenungan kita, terdapat damai sejahtera-Nya yang membuat kita berani menjalani panggilan kita untuk bekerja dan melayani sesama menjadi berkat.